TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Bidang Kampanye Strategis Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia atau YLBHI, Arip Yogiawan menyatakan keberatan dengan rencana pemerintah menghapus syarat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dalam pengurusan perizinan investasi.
Pernyataan Arip itu mewakili tujuh lembaga swadaya masyarakat yakni YLBHI, Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL), Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Front Nahdliyyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA), Yayasan Auriga Nusantara, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), dan Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (KRUHA).
"Kami mengatakan keberatan dan jika betul rencana menghilangkan Amdal dan IMB dalam konteks pembangunan," kata Arip di Gedung YLBHI Jakarta, Rabu, 20 November 2019. "Ini proses mempercepat kerusakan ekologis dan sosial di Indonesia."
Karena bagaimanapun, kata Arip, IMB dan Amdal memiliki peran dalam keseimbangan ruang, ekologis dan budaya. IMB dan Amdal juga merupakan perangkat yang diamanatkan Undang-undang Dasar mensyaratkan bagi warga yang akan mengelola sumber daya alam.
Lebih jauh, Arip mengatakan sejumlah kegiatan eksplorasi alam yang menggunakan Amdal saja itu ada yang bermasalah bagi lingkungan. "Bayangkan jika tidak perlu lagi membuat IMB dan Amdal. Ini memberikan dampak buruk pada lingkungan hidup dan partisipasi rakyat. Dan bisa menimbulkan konflik," ucapnya.
Perwakilan Jatam, Merah Johansyah, menilai pemerintah keliru jika bilang tidak diperlukan Amdal dan IMB. Karena, menurut dia, eksplorasi alam pas memiliki dampak terhadap lingkungan. "Eksplorasi dilakukan di lokasi, bukan hanya di atas meja, jadi pasti ada dampaknya kegiatan tambang itu," katanya.
Deputi Direktur ICEL Raynaldo Sembiring juga heran dengan pernyataan pemerintah ihwal rencana penghapusan IMB dan Amdal tersebut. Ia mempertanyakan referensi negara mana yang digunakan pemerintah dalam menerapkan aturan itu.